Kamis, 24 Desember 2009

KERANJANG KOMPOS CEBAN 3

Terdorong oleh keinginan membuat kegiatan pengelolaan sampah lingkungan oleh rumah tangga, aku harus bikin contoh dulu nih. Pas libur, kubeli keranjang plastik Rp 10.000,- dapat 3 buah alias ceban 3 di pedagang keliling.









Lalu keranjang dialasin kertas koran atau kardus bekas disekeliling dan dasarnya.
Siapkan bahan organik seperti sisa bahan sayuran dan daun-daun yang rontok di pekarangan rumah. Bahan tersebut dirajang kecil-kecil terus dicampur dengan kompos yang sudah jadi ( beli ceban 3 juga).































Setelah tercampur, bahan dimasukkan ke dalam keranjang dan ditutup rapat. Dua hari kemudian, bahan tersebut sudah layu, dan seminggu kemudian sudah mulai membusuk.
Jika bahan sudah kemps, bias ditambah bahan yang baru dan diaduk-aduk. Kalau bahan berair atau terlalu lembab jadinya benyek dan mengundang belatung. Untuk menghindari si Bela-tunk ini maka jika bahan terlihat benyek langsung aja ditambahkan abu atau bekatul secukupnya. Aduk-aduk hingga rata. Hasilnya bagus banget, apalagi kalau udah sekitar 6 – 8 minggu (2 bulan). Coklat kehitaman dan gembur seperti tanah.
Bahan dikeluarkan dari keranjang kemudian diayak. Bahan yang belum hancur atau belum jadi kompos, kita masukkan lagi ke dalam keranjang yang lain.
Kompos yang udah jadi, bias dipakai sebagai kompos starter lagi atau langusng dipakai untuk pupuk tanaman hias. Kalau banyak ya bisa jadi uang…… Jadi berkhayal punya hangar atau lapak untuk pembuatan kompos skala besar….



Anakku pun jadi tahu, sampah bisa jadi kompos, kompos bisa jadi pupuk bagi tanaman di sekitar rumah. Dia boleh membantu menanam, menyiram, memetik bunga dan daunnya juga boleh. Asal jangan semua ya Nak....

Sabtu, 22 Agustus 2009

PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA SEBAGAI BUDAYA DAN GAYA HIDUP

Sampah akan terus diproduksi selama manusia masih hidup. Sadarkah kita bahwa itu berarti setiap saat rumah kita bisa memproduksi sampah? Sampah yang dihasilkan dari rumah atau sampah rumah tangga, bisa berasal dari sisa bahan makanan, bungkus makanan, kemasan bahan pembersih rumah tangga, botol syrup, daun-daun kering dari tanaman di pekarangan rumah dan lain-lain.

Mari kita bayangkan apa yang akan terjadi seandainya sampah-sampah yang kita hasilkan itu tidak tertangani dengan tepat. Kita bisa saja berdalih bahwa urusan sampah menjadi tanggung jawab pemerintah melalui dinas kebersihan, namun bijaksanakah kita? Untuk itu marilah sekarang kita belajar mengelola sampah di sekitar kita, mulai dari memilah sampah sesuai jenisnya dan mengolahnya menjadi sesuatu yang memiliki nilai tambah.

Secara teori, industri memiliki kewajiban dalam pengelolaan limbah produksinya sendiri, dan di perusahaan tertentu diwajibkan memiliki instalasi pengolah limbah agar limbah yang dibuang tidak berbahaya bagi lingkungan. Pada akhirnya, banyak industri mengalihkan kewajiban pengelolaan limbah kepada pihak lain yang berminat mengelola limbah industri karena selain praktis mungkin juga nilai ekonomi yang cukup menjanjikan bagi pengelolanya. Lalu bagaimana dengan limbah rumah tangga, siapa yang berkewajiban mengelolanya sehingga tidak membahayakan lingkungan? Hanya perlu jawaban singkat, berani dan bijaksana, yaitu : KITA.

Mengapa sampah harus dikelola?

Tuhan menciptakan bumi dengan berbagai macam makhluk hidup yang tidak terhitung jumlah dan jenisnya, dan masing-masing memiliki peran tersendiri dalam kehidupannya agar dapat bersinergi dan hidup berdampingan dengan makhluk lain. Di dalam tanah terdapat berbagai jenis mikroorganisme yang bertugas menguraikan sampah dan menjadikan sampah sebagai makanan mereka. Namun harus diingat bahwa mikroorganisme tidak bisa menguraikan plastik dan pecahan kaca. Untuk itu kita sebagai manusia produsen sampah, harus mengelola sampah untuk menghindari terjadinya pencemaran tanah oleh bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan kita dan masa depan anak cucu kita. Tentu kita tidak ingin jika anak cucu kita kelak kelaparan karena tidak dapat menanam padi atau tanaman bahan pangan di tanah yang telah dilapisi oleh plastik bukan?. Semakin luas bidang tanah yang tercemar, maka semakin sempit lahan yang dapat memproduksi bahan pangan.


Pengelolaan sampah sebagai budaya dan gaya hidup

Tidak banyak orang yang tertarik untuk mengelola sampah rumah tangga. Namun, penulis yakin bahwa setiap orang ingin melakukan hal terbaik dalam hidupnya. Tidak menutup kemungkinan bahwa setelah membaca tulisan ini, pembaca yang belum melakukan pengelolaan sampah akan mencoba melakukan pengolahan sampah.

Pengelolaan sampah akan menjadi budaya jika dipelajari dengan benar, dilakukan secara terus menerus, disebarluaskan kepada orang lain pada setiap komunitas minimal pada lingkungan tempat tinggal, dan diajarkan kepada anggota keluarga sejak masih kanak-kanak. Bagaimana orang Jawa bisa memasak rawon? Orang Padang bisa memasak rendang yang digemari banyak orang? Darimana mereka mengetahui bumbunya? Tentu mereka mengenal makanan tersebut sejak masih kecil dari keluarga dan lingkungannya secara turun-temurun. Sama halnya dengan pengelolaan sampah, akan menjadi budaya dan gaya hidup jika dilakukannya dimulai dari pribadi dan keluarga yang sadar dan peduli terhadap kebersihan, kesehatan dan kelestarian lingkungan.

Gaya hidup seseorang tumbuh dan berkembang sesuai trend perkembangan zaman dan “musim” yang sedang menghangat. Seperti halnya blogging, frienster, dan facebook, yang mewabah di kalangan masyarakat penelusur dunia maya, pengelolaan sampah juga bisa menjadi gaya hidup. Untuk itu perlu dikembangkan trend pengelolaan sampah bagi setiap individu agar bumi dan lingkungan hidup kita tetap lestari. Budaya 3R yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali) dan recycle (daur ulang) sampah rumah tangga harus dipelajari sebagai langkah awal pengembangan gaya hidup sehat yang berwawasan lingkungan.

Pemerintah juga mempunyai peran besar dalam membentuk budaya pengelolaan sampah dengan mengeluarkan regulasi yang secara tegas diterapkan bagi seluruh penduduk. Tentu saja regulasi ini harus disertai dengan penindakan hukum secara konsekuen dan transparan bagi para pelanggarnya. Mungkin dari istilah Tempat Pembuangan Sampah (TPS) bisa diganti dengan Tempat Pengelolaan Sampah (TPS). Singkatannya sama tetapi secara substansial memiliki makna berbeda bukan?.

Metode pengelolaan sampah rumah tangga terus dikaji dan dievaluasi untuk mendapatkan cara paling baik dan efektif. Saat ini banyak pihak terutama para pecinta lingkungan dan praktisi pengelolaan lingkungan hidup, mengembangkan metode pengelolaan sampah secara sederhana agar mudah dipraktekkan oleh semua lapisan masyarakat.

Metode Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Metode pengelolaan sampah rumah tangga yang paling sederhana dan mudah dilakukan oleh siapa saja adalah :

1. Memilah sampah sesuai jenisnya

Di negara maju seperti Jepang, pemilahan sampah sesuai jenisnya sudah menjadi gaya hidup dan dikukuhkan dengan peraturan pemerintah. Sampah yang kita jumpai sehari-hari terdiri dari dua jenis, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organic adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup seperti sisa sayuran, daun, rumput, tulang atau duri ikan, kotoran hewan ternak, bangkai binatang dan lain-lain. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang berasal dari bahan-bahan yang tidak dapat terurai secara alami, seperti kantong plastik, polybag bekas pengharum cucian atau bekas kemasan minyak goreng, pipa PVC (paralon), kaca, dan sebagainya.

Sampah anorganik dapat kita pilah lagi, mana yang dapat didaur ulang dan mana yang tidak. Sampah yang dapat didaur ulang masih memiliki nilai ekonomi yang cukup menjanjikan dan dapat menghidupi orang lain, yaitu pemulung dan keluarganya. Misalnya botol plastik bekas kemasan shampoo, botol kaca bekas syrup dan lain-lain. Namun ada juga sampah anorganik yang tidak memiliki nilai ekonomis dan pemulung tidak mau memanfaatkannya karena tidak laku dijual. Nah, untuk jenis sampah ini dapat kita musnahkan dengan cara dibakar, namun lokasi pembakaran tidak boleh sembarangan dan harus memperhatikan akibat bagi lingkungan sekitar, terutama bau dan asap.

2. Mengolah sampah organik menjadi kompos

Mungkin kita langsung membayangkan alangkah menjijikkannya ketika mendengar kata sampah, apalagi mengolahnya. Sebenarnya mengolah sampah adalah hal yang menyenangkan dan penuh tantangan jika kita memiliki tekad yang kuat untuk membuat bumi kita lebih baik. Diperlukan pengetahuan untuk suksesnya pengolahan sampah, namun hal itu tidaklah sulit dan dapat dipelajari sambil kita mempraktekkannya. Dan hal penting yang harus kita miliki adalah perasaan kasih sayang kepada bumi, perasaan iba kepada ibu pertiwi jika harus bekerja keras menguraikan sampah kita yang bermacam-macam jenisnya.

Mengolah sampah menjadi kompos bukan hal yang sulit. Selain dapat mengurangi efek negatif bagi lingkungan, kompos yang dihasilkan dapat kita manfaatkan sebagai pupuk organik bagi tanaman hias kesayangan kita. Jika kompos yang kita produksi dalam jumlah besar, maka kita dapat menjualnya kepada agen tanaman hias atau kepada masyarakat pecinta tanaman. Jika kita mau beramal, kompos dalam jumlah besar tersebut dapat kita berikan kepada petani untuk meningkatkan hasil pertaniannya. Mudah bukan?

3. Membuat barang kerajinan tangan (handycraft) dari limbah

Sampah anorganik dari bahan plastik atau kertas karton dapat kita manfaatkan sebagai bahan kerajinan tangan (handycraft) yang unik dan lumayan memiliki nilai estetika, tergantung dari kreatifitas kita. Seperti gambar di bawah ini, Polybag bekas kemasan pewangi pakaian dan sabun pencuci piring dimanfaatkan sebagai pot bagi tanaman philodendron, mawar, cabai keriting dan paprika. Cukup mememotong bagian atas, membuat pola bergerigi, dan melubanginya di beberapa tempat untuk sirkulasi udara. Media tanam adalah kompos buatan sendiri dan tanah.

STATUS QUO TKP SEBAGAI TITIK AWAL DARI PENYIDIKAN PERKARA PIDANA SECARA ILMIAH (CRIMINAL SCIENTIFIC INVESTIGATION)

Semakin tinggi kesadaran tentang hak azasi manusia, semakin tinggi pula tuntutan peningkatan kinerja kepolisian dalam hal penegakkan hukum. Penegakkan hukum secara professional, proporsional, procedural, modern, dan humanis menjadi sesuatu yang harus dipenuhi oleh Polri dalam mengemban tugasnya. Berat memang, namun itulah amanat undang-undang dan tuntutan profesi sebagai aparat negara penegak hukum sekaligus penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). 

Secara terminology, Profesional berarti mumpuni atau mahir di bidang pekerjaan yang digeluti. Orang yang bekerja secara professional akan melakukan pekerjaannya sesuai aturan dengan sungguh-sungguh, tulus, senang hati hingga menghasilkan suatu target terbaik yang diharapkan. Modern, berarti mengikuti trend teknologi terkini, up to date dan tidak ketinggalan zaman. Modern disini bukan hanya sekedar ikut-ikutan tanpa dasar melainkan mampu mengikuti perkembangan zaman dengan penyesuaian yang positif baik dari segi ilmu pengetahuan, teknologi, cara berpikir dan cara bertindak. Sedangkan humanis berarti menghormati rasa kemanusiaan sehingga tidak ada pelanggaran hak azasi manusia (HAM). 

Pembuktian sebagai tolok ukur profesionalitas penyidikan 

Membuktikan adalah suatu cara yang diajukan oleh pihak yang berperkara dimuka persidangan atau pengadilan untuk memberikan dasar keyakinan bagi hakim tentang kepastian kebenaran suatu peristiwa yang terjadi.

Hukum Pembuktian merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, system yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian. (Drs. Sasangka,SH, MH, dan Lily Rosita, SH, MH, dalam Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, hal 10, Bandung, 2003)

Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.

Disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah adalah :

1. keterangan saksi
2. keterangan ahli
3. surat
4. petunjuk
5. keterangan terdakwa

Tujuan dan guna pembuktian bagi para pihak yang terlibat dalam proses pemeriksaan persidangan adalah :
a. Bagi PU, pembuktian adalah merupakan usaha untuk meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada, agar menyatakan seorang terdakwa bersalah sesuai surat atau catatan dakwaan.
b. Bagi terdakwa atau penasehat hokum, pembuktian merupakan usaha sebaliknya, untuk meyakinkan hakim, yakni berdasarkan alat bukti yang ada, agar menyatakan terdakwa dibebaskan atau dilepaskan dari tuntutan hokum atau meringankan pidananya. Untuk itu terdakwa atau penasehat hukum jika mungkin harus mengajukan alat-alat bukti yang menguntungkan atau meringankan pihaknya. Biasanya bukti tersebut disebut bukti kebalikan.
c. Bagi hakim atas dasar pembuktian tersebut yakni dengan adanya alat-alat bukti yanga da dalam persidangan baik yang berasal dari penuntut umum atau penasehat hokum/ terdakwa dibuat dasar untuk membuat keputusan.

Dalam pemeriksaan suatu perkara, penyidik meminta keterangan dari saksi, tersangka dan ahli (dalam kasus tertentu). Seluruh keterangan tersebut adalah dalam rangka untuk mengumpulkan fakta-fakta hukum guna mendukung pembuktian. Namun dari keterangan saja tidak cukup untuk membuktikan suatu perbuatan, karena keterangan manusia bisa berubah. Manusia bisa saja berbohong pada saat memberikan keterangan kepada penyidik, dengan berbagai alasan. Hal itu akan menjadi fatal jika tersangka mengingkari keterangannya yang telah diberikan kepada penyidik dan para saksi turut merubah keterangannya pada saat di persidangan. Jika bukti lain tidak mendukung maka tersangka/ terdakwa akan bebas, dan itu berarti akan melukai rasa keadilan di masyarakat. Untuk itulah penyidik dituntut mampu melakukan penyidikan perkara dengan pembuktian yang benar-benar berkualitas, dengan fakta yang tak terbantah sehingga mampu menggiring tersangka untuk memberikan keterangan dengan benar dan bertanggung jawab.

Alat bukti yang diajukan penyidik kepada jaksa penuntut umum digunakan sebagai dasar dan bahan pendukung dalam menyusun dakwaan dan tuntutan. Jika alat bukti yang diajukan tingkat akurasinya tinggi dan dapat diterima serta dijelaskan secara ilmiah, maka hal itu akan memudahkan jaksa dalam memberikan dakwaan dan tuntutan. Alat bukti yang diterima dari penyidik dan kemudian diajukan jaksa di muka siding pengadilan, dapat mempengaruhi keyakinan hakim dalam memutus suatu perkara. Vonis yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa inilah yang ditunggu masyarakat pencari keadilan, apakah mampu memenuhi atau bahkan melukai rasa keadilan. Tampaklah disini bahwa pembuktian yang berkualitas menunjukkan profesionalitas penyidikan yang akan menentukan pemenuhan rasa keadilan dan mempertahankan martabat hukum di mata masyarakat.


Status quo TKP sebagai titik Awal Pembuktian Ilmiah

Status Quo TKP adalah kondisi tempat kejadian perkara (TKP) yang masih asli sebagaimana pada saat pelaku beraksi, atau sesaat setelah pelaku beraksi dan meninggalkan TKP. Status quo menjadi penting karena dari sinilah awalnya polisi mendapatkan petunjuk dan gambaran tentang bagaimana suatu tindak pidana terjadi dan bagaiana cara pelaku melakukan kejahatannya. Maka wajib bagi siapapun terutama anggota Polri yang pertama kali mendatangi TKP untuk mengamankan TKP sampai petugas identifikasi / petugas olah TKP datang. Secara umum pengamanan TKP adalah dengan cara memasang garis polisi (police line) di TKP dan area di sekitar TKP yang memungkinkan akan ditemukannya barang bukti. Selain bertujuan untuk mengamankan TKP, pemasangan police line juga bertujuan untuk menghalau massa agar tidak berkerumun di TKP. 

Bahwa pada dasarnya seluruh kegiatan dalam proses hokum penyelesaian perkara pidana, sejak penyidikan sampai putusan akhir diucapkan di muka persidangan oleh majelis hakim adalah berupa kegiatan yang berhubungan dengan pembuktian atau kegiatan untuk membuktikan. Walaupun pembuktian perkara pidana terfokus pada proses kegiatan pembuktian di siding pengadilan, tetapi sesungguhnya proses membuktikan sudah ada dan dimulai pada saat penyidikan. Bahkan, pada saat penyelidikan, suatu pekerjaan awal dalam menjalankan proses perkara pidana oleh Negara. ( Adami Chazawi, 2006,Hukum Pembuktian TP Korupsi, hal 13)

Menurut Drs. Adami Chazawi, SH, MH, yang dimaksud dengan mencari bukti sesungguhnya adalah mencari alat bukti, karena bukti tersebut hanya terdapat atau dapat diperoleh dari alat bukti dan termasuk barang bukti. Bukti yang terdapat pada alat bukti itu kemudian diilai oleh pejabat penyelidik untuk menarik kesimpulan, apakah bukti yang ada itu menggambarkan asuatu peristiwa yang diduga tindak pidana atau tidak. Bagi penyidik, bukti yang terdapat dari alat bukti itu dinilai untuk menarik kesimpulan, apakah dari bukti yang ada itu sudah cukup untuk membuat terang tindak pidana yang terjadi dan sudah cukup dapat digunakan untuk menemukan tersangkanya.

Pada saat mendatangi TKP, kemudian melakukan olah TKP, mengamankan barang bukti, mengumpulkan fakta dan petunjuk, maka petugas polri sudah secara otomatis menyusun hypotessa / dugaan yang mengarah kepada siapa pelakunya dan bagaimana cara perbuatan itu dilakukan. Untuk itu pengamanan TKP harus dilakukan dengan baik untuk menjaga agar TKP tidak rusak atau berubah. Mengapa demikian? Ada dua alasan, pertama karena TKP merupakan gudangnya bahan bukti yang menghubungkan dengan pelaku, dan kedua jika TKP rusak maka tidak dapat dikembalikan pada kondisi awal/ kondisi semula. Maka dapatlah disimpulkan bahwa status quo TKP dapat menjadi titik awal (starting point) pembuktian secara ilmiah dalam proses penyidikan perkara pidana.

Tidak jarang pada saat petugas tiba di TKP, kondisinya sudah berubah atau sudah tidak dalam keadaan status quo. Hal ini tentu bisa menjadi hambatan bagi upaya pengungkapan kasus, karena hal sekecil apapun di tempat kejadian dapat menjadi petunjuk atau alat bukti yang bernilai tinggi dalam pembuktian. 

Hambatan bagi terjaganya Status quo TKP

1. Pemahaman anggota Polri dan masyarakat masih minim.
 Tidak perlu dipungkiri bahwa kenyataannya masih ada anggota Polri yang kurang memahami pentingnya status quo, sehingga pada saat pertama kali tiba di TKP melakukan tindakan yang salah dan dapat merusak atau menghilangkan bukti di TKP, seperti misalnya sidik jari latent. Masyarakat awam banyak yang tidak tahu tentang status quo TKP.

2. Rasa ingin tahu masyarakat mengabaikan status quo.
 Seringkali masyarakat yang ingin tahu atau ingin menyaksikan suatu kejadian datang ke TKP berbondong-bondong dan berkerumun di TKP. Sudah bisa ditebak apa akibatnya bukan?

3. Bencana alam.


Faktor yang mendorong/ mendukung terjaganya status quo TKP

1. Respon positif polisi pada saat penerimaan laporan sehingga dapat bergerak cepat dan tepat dalam pengamanan TKP (quick respon).

2. Kesadaran masyarakat untuk segera melaporkan suatu kejadian tindak pidana dan mampu menjaga status quo TKP sampai petugas polri datang.

3. Kemampuan polisi yang pertama kali datang ke TKP untuk melakukan tindakan pertama di TKP (TPTKP) utamanya dalam mengamankan TKP.

4. Masyarakat di sekitar TKP yang ingin tahu tidak berkerumun di TKP, melainkan di area aman di luar garis polisi.  

Mengingat TKP adalah gudang barang bukti, maka sebanyak mungkin hal-hal yang terdapat di TKP difoto secara seksama dan dikelola dengan baik untuk keperluan pembuktian. Seiring pemenuhan kebutuhan akan rasa keadilan yang berperikemanusiaan, pembuktian secara ilmiah sudah menjadi keharusan dalam setiap proses penyidikan. 

Pembuktian ilmiah meliputi bidang-bidang keahlian, antara lain:
1. Identifikasi (fotografi dan daktiloscopy)
2. Kedokteran forensik 
3. Dokumen forensik
4. Uji Balistik
5. Jihandak (penjinakan bahan peledak)
6. Teknologi Informasi
7. dan lain-lain


Pembuktian ilmiah sebagai budaya humanis dalam penegakkan hukum

Sebagaimana disebutkan di atas, pembuktian adalah suatu cara yang diajukan oleh pihak yang berperkara dimuka persidangan atau pengadilan untuk memberikan dasar keyakinan bagi hakim tentang kepastian kebenaran suatu peristiwa yang terjadi. Ilmiah erat kaitannya dengan istilah bahasa Inggris yaitu Science (sains) yang didefinisikan sebagai pengetahuan yang terorganisasi yang didapatkan melalui observasi dan fakta (oxford dictionary). Atau dalam bahasa Arab “Al Ilmu” yang oleh para ulama didefinisikan sebagai pengertian tentang sesuatu sesuai hakikatnya Jadi, pembuktian ilmiah adalah cara membuktikan suatu peristiwa dengan menggunakan ilmu pengetahuan yang terorganisasi sesuai fakta untuk meyakinkan hakim tentang kepastian kebenaran peristiwa yang terjadi.

Pembuktian secara ilmiah menghindari cara-cara kekerasan, intimidasi dan hal sejenis yang kemungkinan dilakukan penyidik terhadap tersangka. Jika penyidik sudah memiliki bukti yang cukup berbobot, maka proses pembuktian selanjutnya tidak terlalu sulit. Namun demikian, masih ada penyidik yang terkadang mengabaikan pembuktian secara ilmiah ini dan lebih mengutamakan mengejar pengakuan tersangka. Memang keterangan saksi dan keterangan terdakwa di pengadilan adalah alat bukti yang sah di mata undang-undang, namun keterangan manusia bisa berubah. Mungkin karena berbagai alasan seorang saksi atau terdakwa tiba-tiba merubah keterangannya dimuka sidang pengadilan. Namun jika bukti yang didapat berupa benda (dari TKP) maka benda inilah yang akan menerangkan suatu peristiwa, karena benda bersifat tetap.

Jika proses pembuktian yang dilakukan menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach) maka hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah, hukum, dan kemanusiaan. Ini akan menjadi budaya humanis dalam penegakkan hukum, karena tetap menghormati hak-hak tersangka meskipun tersangka diduga kuat telah melanggar hak orang lain. Kalaupun nantinya tersangka dihadapkan dimuka sidang pengadilan sebagai terdakwa, maka vonis yang dijatuhkan hakim setimpal dengan perbuatannya. Dengan demikian setidaknya pemidanaan yang dijalaninya dapat menimbulkan efek jera (detterence effect).

Akibat Negatif dari kurangnya penggunaan pembuktian ilmiah dalam penyidikan antara lain :

1. Orang yang seharusnya ditetapkan sebagai tersangka menjadi bebas
2. Karena kekurangan bukti ilmiah, penyidik akhirnya mengejar pengakuan tersangka, sehingga bisa menghasilkan keterangan yang tidak obyektif. Tersangka bisa saja memberikan keterangan salah atau “asal ngomong agar selamat” sehingga menyebabkan penyidik salah tangkap, salah prosedur dan hal lain yang dapat melanggara HAM. 
3. Kepercayaan public atas kinerja aparat penegak hukum menurun
4. Mempengaruhi keyakinan hakim dalam memutus perkara.
5. Tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat


Akibat positif penggunaan pembuktian ilmiah antara lain :

1. Tidak melanggar HAM
2. Keterangan tersangka dan saksi tidak dapat dipermainkan/ dirubah seenaknya karena dipengaruhi pihak lain, misalnya pengacara atau keluarganya.
3. Penyidik lebih professional dengan memperhatikan hal-hal kecil sejak pada proses cek TKP, tidak melulu mengejar pengakuan tersangka dalam pemeriksaan, namun tersangka akan terpojok dengan bukti yang dimiliki penyidik.
4. Mempengaruhi keyakinan hakim dalam memutus perkara sehingga vonis yang dijatuhkan sesuai dengan perbuatan terdakwa.
5. Memenuhi rasa keadlian masyarakat, baik bagi korban maupun tersangka sehingga hasil kinerja lebih humanis.
6. Penyidik akan mengembangkan cara-cara ilmiah dalam penyidikan sehingga tidak pernah ketinggalan teknologi (gaptek).
7. Kepercayaan publik meningkat.


Daftar Pustaka :


Undang-undang RI No. 8 th 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Drs. Sasangka,SH, MH, dan Lily Rosita, SH, MH, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Bandung, 2003.

Drs. Adami Chazawi, SH, MH, Hukum Pembuktian TP Korupsi, 2006.

JICA, Arti Penting Aktivitas Pengamanan TKP, Proyek Bekasi Proyek Peningkatan Aktivitas Polisi Sipil, 2007.

(http://tigornomics.blog.friendster.com). 




Senin, 20 Juli 2009

Tissue Box Lutju

Kalo liat sampah tapi sayang membuangnya ya begini nih jadinya. Suatu hari Paur Ident Pak Emerich habis jadi pasukan pedang pora pernikahan rekannya. Pulangnya bawa souvenir, dan kemasannya sayang untuk dibuang gitu aja. Beliau bilang " Mbak, bisa nih dibuat tempat tissue."
Wah... dengan senang hati, kebetulan ada kertas bungkus kado bekas yang unik motifnya. Cukup modal pisau cutter dan lem, jadilah tempat tissue yang lutju ini... Tadinya mau dibuat kotak tissue yang biasa tapi ukurannya kurang panjang, akhirnya bikin motif seperti kacamata, diisi dua tissu roll tanpa karton...


Awalnya buat dua lubang di bagian tutupnya, lalu seluruh permukaan luar ditutup dengan bungkus kado, dilem







Udah rapi nutupnya, masukin dech tissue roll dua buah





Lalu rapikan tutupnya dan tissue ditarik keluar sedikit.

Beres ... Tidak perlu ditambah assesories karena motifnya udah rame

Selasa, 23 Juni 2009

PAPRIKA OH PAPRIKA

Beberapa waktu lalu coba-coba ber"agrohome" tanam-tanam paprika dengan diberi kompos dan disiram MOL. Wah .... lumayan menyenangkan, apalagi saat mengamati perkembangan bunga yang mulai layu lalu berganti dengan bakal buah paprika yang cepat sekali besarnya. Seru !! dan jadi ketagihan pengin terus bertanam yang lain. Paprika hijau yang sudah sebesar kepalan tangan dipetik buat masak cumi-cumi ditambah saus tiram dikit. Wahh .... Mak Nyusss


ini paprika yang masih kecil-kecil


ini paprika yang udah agak gede dikit
latar belakangnya pot dari polybag bekas kemasan pewangi pakaian


ini anakku yang jadi hama bagi tanaman kesayanganku,
dia menyebut paprika dengan "cabe gendut" heh heh heh

Senin, 06 April 2009

Tempat Tissue Darurat


Suatu hari di ruangan kantorku kehilangan kotak tissue. Wadhuh.... bukan masalah harganya, tapi kalau gak ada kok repots. Tiba-tiba terpikir olehku untuk mengubah kartu undangan pernikahan salah satu rekan yang sudah hampir diungsikan ke tong sampah, menjadi tempat tissue darurat.

Pertama, aku ambil dua buah kartu undangan, terus aku buka lebar-lebar, kemudian di kedua sisinya dilipat ke dalam kemudian dilem. Gambarnya kayak gini nih .........




Kedua, satu kartu undangan aku lubangi tengahnya menggunakan pisau cutter, untuk pintu keluar tissue. Cutter harus tuajam agar hasil potongannya rapih.



Ketiga, kedua sisi yang tadi dilipat dan dilem aku rekatkan dengan sisi yang lain (kartu yang satunya lagi) dengan posisi berhadapan sehingga membentuk kotak.

Keempat, kedua sisi aku tutup dengan kertas bekas photo (hiii ketika dibuka agak syerem, ada gambar orang diotopsi), tetapi yang satu sisi bisa dibuka tutup untuk memasukkan tissue, dan sisi yang lain dilem permanen. Hasilnya ...........


Untuk pemanis, aku letakkan pita berbentuk bunga di sisi depan kotak tissue. (pita ini aslinya adalah sabuk celanaku yang tidak kupakai hehe.......). Fotonya gak seru ya, maklum fotografer amatir ........

Kamis, 02 April 2009

Kampanye Lingkungan Lestari

Beberapa waktu sempat terpikir apa yang bisa kulakukan untuk bisa ikut serta dalam pelestarian lingkungan. Tak mungkin hanya kulakukan sendiri, harus bersama-sama dengan orang banyak. Kampanye terbuka seperti caleg? Wah........ Gak Pede....

Akhirnya terbuka peluang. Di kantor dibuat majalah internal dan terbuka buat siapa saja mengirim artikel. Dengan semangat 45 aku kirim artikel kecil yang beberapa waktu lalu sempat aku buat tapi hanya kusimpan untuk diri sendiri. Ya, aku memang suka menghibur diri sendiri dengan menulis naskah. Hoby gitu loh...

Beberapa tetangga mengeluh tentang bau sampah yang mengganggu, khususnya setelah turun hujan. Bett !! Peluang nih....... Kutawarkan cara pengelolaan sampah yang kupelajari selama ini. Dan mereka menyambut gembira. Waahh... ternyata kampanye lingkungan lestari bisa kapan saja, dimana saja dan tidak perlu harus formal, tidak perlu mahal... Lestarilah alamku.

Paprika Pelipur Lara

Gara-gara nemu blog yahud milik Pak Sobirin "zero waste" aku jadi terpacu untuk bertanam di pekarangan rumah. Suatu ketika beli paprika yang sudah mateng merah merana (karena gak dimasak-masak) terus bijinya disemai. Gak dinyana tumbuh subur dan makmur di tanah gembur berkat kompos dan siraman MOL nasi basi. 

Suatu ketika anakku sakit dan jadi rewel bukan main. Kugendong dia sambil mengecek tanaman paprika yang buahnya sudah mulai gendut seperti pipinya. Hiks.. anakku kelihatan senang dan bilang "Mbu.. ini abe ndut ya?" (ibu ini cabe gendut ya) Ha ha ha kami pun tertawa bersama. Ternyata setelah tanaman padiku tamat riwayatnya, muncullah Paprika Pelipur Lara.... Hiks

Selasa, 31 Maret 2009

Padi Pot Dimakan Tikus

Pagi ini benar-benar mengesalkan. Padi yang kutanam dalam dua pot habis dimakan tikus, sampai akarnya tercerabut dari pot. Padahal padi ini sudah mulai gemuk dan warnanya hijau tua, segar, mengingat di awal pertumbuhannya memerlukan perjuangan berat dan dramatis.
Bagaimana tidak? Benih padi adalah diambil dari sebagian gabah yang siap tebar di persemaian, namun tidak jadi ditebar karena pemiliknya keburu dibunuh orang dengan luka di kepala akibat dicangkul. Pada saat cek TKP, salah satu rekan membawa sebagian benih ini untuk barang bukti, dan sisanya yang hanya segenggam dan berserakan di meja ku"amankan" untuk kutanam dalam pot. Namun kondisi pada saat aku tanam, benih sudah mulai mengering akar kecambahnya.
Sekitar satu minggu kemudian benih yang kutebar di Polybag tumbuh, dan beberapa aku pindahkan ke dalam pot yang berisi tanah dicampur kompos. Setiap tiga hari sekali aku siram dengan larutan MOL encer seperti saran Pak Sobirin Zero Waste. Sebulan kemudian tampak pertumbuhannya agak tersendat karena terus-terusan diganggu tikus. Dan puncaknya....... pagi ini tanaman padiku tamat riwayatnya seperti riwayat pemiliknya......... Innalillahi wainna ilaihi rojiuunn.......

Senin, 30 Maret 2009

Janji

Janji. Kata sederhana, sarat makna. Hari ini berlangsung acara peletakkan batu pertama pembangunan barak bujangan di kantorku, Polres Metro Bekasi Kabupaten. Hadir Wakil Bupati Bekasi Drs. Daarip Mulyana dan dalam sambutannya terselip beberapa "janji" untuk kemajuan Kabupaten Bekasi. Diantara janji-janji itu antara lain adalah meningkatkan koordinasi dalam berbagai bidang antara Polres Metro Bekasi Kabupaten dan Pemkab Bekasi, pembangunan fasilitas barak bujangan yang saat ini baru tahap pertama (lantai 1) dan akan segera dilanjutkan ke tahap berikutnya (lantai 2), dan analisis kemacetan lalu-lintas yang sebaiknya memberdayakan petugas Polisi Lalu-lintas Polres Mettro Bekasi Kabupaten daripada menggaji tenaga honorer Dinas Perhubungan yang belum terlatih dan kualitasnya masih diragukan.

Aku cukup senang mendengar pidato itu. Tapi, dari sekian deretan janji dan "berita" bahwa anggaran Pemkab Bekasi cukup untuk mendanai beberapa proyek di Kabupaten Bekasi, kok tidak ada janji tentang peningkatan kualitas lingkungan hidup dengan memberdayakan para pamong desa sampai dengan Pemkab. Aku jadi tergelitik, mungkin perlu juga aku menyumbangkan pemikiranku tentang PEMBERDAYAAN BABINKAMTIBMAS SEBAGAI KADER LINGKUNGAN. Mungkin saja, Pak Wakil Bupati lupa menyebutkan tentang peningkatn kualitas lingkungan hidup, karena memang realisasinya harus melibatkan seluruh penduduk Kabupaten Bekasi, dan itu bukan perkara mudah, sehingga beliau tak berani janji terlalu banyak. Janji, mudah diucapkan namun sulit direalisasikan. Yang lebih bijak adalah, belajar melakukan kebaikan dengan tulus, berkelanjutan, dan pasti berguna bagi diri sendiri dan orang lain, tanpa janji apapun, karena janji adalah hutang.

Senin, 23 Maret 2009

Kampanye Politik Tidak Peduli Lingkungan

Sudah seminggu kampanye Parpol dan caleg berjalan. Segala atribut partai dari bendera, spanduk, baliho, poster dll bertebaran di mana-mana bahkan sampai gang kecil di perkampungan. Suatu hari di tembok pagar rumahku juga tertempel sticker bergambar foto salah seorang caleg partai tertentu. Aku kaget, lalu buru-buru aku lepas. Aku tanyakan ke tetangga depan rumah, berharap beliau tahu siapa yang menempelnya. Ternyata tidak tahu juga, sama seperti keluargaku. Aku sampaikan kepada tetanggaku itu bahwa aku tidak berpartai, netral, dan sama sekali aku tidak punya kepentingan apa-apa dengan partai ataupun caleg manapun.

Aku baca di sticker itu tertulis bahwa Si Caleg ini mengklaim dirinya sebagai pejuang kaum buruh. Aku berfikir, dari sekian banyak iklan partai di televisi dan radio, spanduk dan alat peraga lain, tidak ada satupun partai atau caleg yang mengusung tentang pengelolaan lingkungan hidup. Janji kesejahteraan dan lapangan kerja di masa sulit begini??? Aku berfikir lagi, kesejahteraan yang bagaimana yang mereka maksud? Apakah hanya pekerjaan, sembako murah, pendidikan gratis bla bla bla? Bukankah kelestarian lingkungan hidup adalah pangkal dari kesejahteraan? Bayangkan, jika banyak lapangan kerja, sembako murah, pendidikan gratis tetapi lingkungan rusak dan tercemar, lalu orang sakit keracunan air sumurnya sendiri, orang bengek mencium bau sampah, orang mati terkubur longsoran sampah, dan terakhir orang mati dan terpaksa dikubur di tanah yang sudah tercemar sampah plastik. Hiiiiiii syeremmm.

Aku, selama hidupku belum pernah sekalipun memilih dalam pemilu. Karena pekerjaanku aku juga tidak berpartai. Tetapi bukan berarti aku tidak mengamati apa yang terjadi di sekitarku, bukan berarti aku tak mendengar keluhan orang lain yang merasa kecewa akan janji-janji yang memabukkan. Aku hanya khawatir, jika orang-orang yang kecewa ini nantinya berkumpul dan membuat gerakan yang dapat merugikan orang banyak, aku juga akan menjadi repot karenanya. Pasti aku akan sulit untuk menikmati waktu bersama anak dan keluargaku, dan hari libur jadi barang mewah dan sulit dijangkau. Siaga satu...

Jumat, 20 Maret 2009

Compost Fever

Sudah hampir tiga bulan ini aku tergila-gila pada pengelolaan sampah rumah tangga. Sebenarnya sudah dari tahun 2002 aku mengetahui salah satu metode pengelolaan sampah rumah tangga, namun belum ketemu waktu yang pas untuk menggilainya seperti sekarang. Pernah beberapa kali mencoba, hasilnya mengecewakan karena waktu dan tuntutan pekerjaan yang kadang bikin badan dan otakku harus terpecah belah.

Namun selalu ada jalan untuk sebuah kemauan. Dari teman kerja satu ruangan, tetangga, suami, pembantu, bahkan anakku yang baru 19 bulan aku jadikan peserta kampanyeku tentang pengelolaan sampah. Dan hasilnya, belum genap 100 hari masa kampanye, Compost Fever telah menginfluence beberapa teman, tetangga dan tentu saja seluruh anggota keluarga kecilku.

Suatu pagi, anakku bangun tidur langsung ke pekarangan samping rumah dan berteriak "Mbuuuk...Mbaak... Bapaakkk... ini niih" sambil menunjuk ke arah pot bunga (re-use polybag bekas kemasan pewangi pakaian) yang baru beberapa aku susun. Ooo .. ternyata ada pot yang rubuh dan tanahnya tumpah. Tanamannya juga bubar jalan. Kukatakan kepada anakku, Nak, mungkin potnya ditabrak Siti(kus) yang tadi malam gerilya, sambil kubetulkan letak pot dan tanaman kutanam lagi .... Aku berfikir, mungkin anakku sudah kena compost fever alias demam kompos dan mulai suka tanaman .....

PEMBERDAYAAN BABINKAMTIBMAS SEBAGAI KADER LINGKUNGAN



Babinkamtibmas atau Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat adalah anggota Polri berpangkat bintara yang bertugas sebagai pembina keamanan dan ketertiban masyarakat di tingkat desa/ kelurahan, sebagaimana tertuang dalam Buku Petunjuk Lapangan Kapolri No. Pol. : Bujuklap/17/VII/1997 tanggal 18 Juli 1997 tentang Babinkamtibmas. Seiring perkembangan zaman dan dengan diterapkannya kebijakan dan strategi Kapolri tentang perpolisian masyarakat (Polmas) atau dalam istilah asingnya community policing, maka peran Babinkamtibmas atau petugas Polmas tidak saja sebagai pembina, namun sebagai mitra bagi masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan sosial aspek kamtibmas di lingkungannya (problem solving).


Masyarakat yang merupakan stake holder pelayanan Polri tentu mendambakan layanan prima dari sosok yang telah “ditakdirkan” oleh undang-undang sebagai pelayan, pelindung dan pengayom bagi mereka. Kemampuan masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan di lingkungannya tidak datang serta merta, apalagi pada masyarakat yang berpendidikan rendah dengan pengetahuan tentang hukum sangat minim. Kondisi masyarakat seperti ini bagaikan bom waktu bagi Polri yang pada suatu ketika akan memberikan kejutan berupa angka kriminalitas yang tinggi dan sulit dikendalikan. Untuk itu perlu dipikirkan suatu cara yang mampu menjembatani antara Polri dan masyarakat sehingga tercipta suatu hubungan harmonis yang akhirnya dapat bersimbiosis mutualisme bagi kesejahteraan masyarakat dan situasi kamtibmas yang kondusif.


Kegiatan yang diintensifkan dalam rangka percepatan program Polmas antara lain adalah kunjungan kepada masyarakat yang dilakukan oleh Babinkamtibmas, petugas Polmas maupun petugas BKPM atau Polpos. Tingkat keberhasilan dari kegiatan kunjungan ini dapat diukur dengan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam memberikan kontribusi dalam penciptaan situasi kamtibmas yang kondusif. Setelah sekian lama kegiatan kunjungan ini berjalan, seberapa besarkah tingkat keberhasilan kegiatan kunjungan ini? Seberapa efektifkah penyampaian pesan kamtibmas oleh petugas Polri dan direspon baik oleh masyarakat?


Issue Pemanasan Global sebagai titik tolak


Issue pemanasan global (global warming) yang akhir-akhir ini menjadi topik hangat yang ramai dibahas di berbagai media massa maupun beberapa situs internet oleh para pakar lingkungan, hendaknya segera membuat kita sadar bahwa bumi kita yang hanya satu-satunya ini sudah mulai tua dan sakit-sakitan. Mengapa penulis berpendapat demikian? Ya, mari kita asumsikan bahwa bumi kita seperti manusia, jika tidak terawat akan mudah sakit, dan jika tidak diobati maka akan cepat mati. Manusia jika sudah tua rambutnya akan rontok dan lama-lama menjadi botak, apalagi jika menderita sakit kronis yang harus mendapat kemotherapi. Nah, kondisi bumi kita sekarang juga seperti itu, hutan-hutan gundul karena pembalakan liar, longsor dan banjir dimana-mana, pencemaran limbah bahan beracun berbahaya (limbah B3) dari industri yang tidak bertanggung jawab, dan yang paling ironis dan cukup mengkhawatirkan adalah minimnya kepedulian masyarakat untuk mengelola sampah di lingkungannya.


Berangkat dari kenyataan tersebut, penulis berpendapat bahwa Polri belum mengambil peran dalam keikutsertaan menjaga kelestarian lingkungan. Gerakan tanam seribu, sejuta bahkan semilyar pohon tidak akan berarti apa-apa jika tidak diikuti dengan langkah-langkah pemeliharaan yang kontinyu dan konsisten. Apakah kita pernah menengok pohon yang dulu kita tanam? Apakah dia mati atau harus hidup terlantar karena bersaing dengan tanaman liar? Apakah pohon-pohon kita itu mampu meredam suhu di permukaan bumi yang mulai naik?


Pimpinan Polri tidak henti-hentinya menekankan dalam setiap kebijakannya bahwa kita harus menjadi pelayan yang baik, mitra yang baik bagi masyarakat. Bagaimana mungkin kita bisa menjadi mitra yang baik bagi masyarakat jika keberadaan anggota Polri di lapangan justru tidak mendapat tempat di hati masyarakat? Sudah berbagai cara dan strategi ditempuh untuk meraih simpati masyarakat, namun tingkat keberhasilannya masih sulit diukur karena masyarakat yang dinamis. Faktor yang menghambat terbentuknya image positif masyarakat terhadap Polri adalah masih adanya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh beberapa anggota Polri dan yang harus kita sadari bahwa banyak program Polri yang hanya “sak gebyaran” atau hanya sekilas saja dan tidak berkelanjutan.


Orang bijak berkata, seribu jalan menuju Roma. Mengapa kita tidak berani untuk mencoba menempuh jalan yang ke seribu satu? Siapa tahu jalan ini lebih menyenangkan dan jaraknya lebih dekat. Bisa saja issue pemanasan global sebagai titik tolak untuk membuat program baru yang mungkin lebih efektif dalam menyentuh masyarakat yang kita dambakan sebagai subjek bagi terciptanya situasi kamtibmas yang kondusif. Harus diingat bahwa kemiskinan dan kebodohan berperan sangat implikatif terhadap kejahatan, maka yang harus dibangun tidak saja kesadaran hukum masyarakat tetapi juga bagaimana petugas memberikan jalan bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.


Babinkamtibmas sebagai kader lingkungan


Tidak mudah mengemban tugas sebagai Babinkamtibmas dengan cakupan wilayah tugas yang cukup luas (satu desa/ kelurahan atau lebih) dan karakteristik kerawanan daerah yang bervariasi. Belum lagi kondisi sosio kultural masyarakat yang terkadang dapat menjadi faktor korelatif kriminogen bahkan jika tidak segera diatasi akan menjadi police hazard atau meningkat sebagai ancaman faktual. Babinkamtibmas sebagai ujung tombak program perpolisian masyarakat (polmas) dituntut memiliki inovasi kreatif agar dapat membaur dengan masyarakat mitra kerjanya (bukan lagi masyarakat binaan) secara harmonis. Dalam hubungan yang harmonis ini akan lebih mudah bagi Babinkamtibmas dalam menyampaikan himbauan dan pesan kamtibmas dengan lebih mengena dan berkesan di hati masyarakat. Dan selanjutnya akan mudah digalang partisipasi aktif masyarakat dalam penciptaan situasi kamtibmas yang kondusif.


Adakalanya Babinkamtibmas dituntut dapat berperan sebagai sahabat bagi masyarakat di desa tempatnya bertugas, yang selalu bersedia mendengar keluh kesah dan mampu memberikan solusi atau setidaknya ketenangan bagi sahabatnya, yaitu masyarakat. Disadari atau tidak, masalah kebersihan lingkungan dan tempat pembuangan sampah yang tadinya tidak menjadi masalah bagi sekelompok orang, suatu saat akan menjadi pemicu timbulkan kerawanan kamtibmas, terutama bagi masyarakat pedesaan yang tidak memiliki sistem pengelolaan sampah lingkungan yang baik. Bau yang ditimbulkan oleh tumpukan sampah yang tidak terkelola, dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan pencemaran air tanah. Jika hal ini terus didiamkan maka akan memicu timbulnya perselisihan antar warga terutama bagi warga yang tempat tinggalnya berdekatan dengan tempat pembuangan sampah atau sebagian tanahnya digunakan oleh warga sebagai tempat pembuangan sampah. Sebagai anggota Polri, Babinkamtibmas harus jeli memprediksi hal yang kelak dapat menjadi embrio permasalahan sosial aspek kamtibmas. Untuk itu Babinkamtibmas dapat berperan sebagai kader lingkungan bagi masyarakat di wilayah kerjanya dengan memberdayakan seluruh komponen masyarakat sebagai subjek dalam penciptaan lingkungan yang bersih, sehat, tertib, aman dan lestari.


Mengapa harus Babinkamtibmas? Ya, karena Babinkamtibmas dalam pelaksanaan tugasnya tidak melakukan tindakan represif kepolisian seperti penangkapan dan penahanan. Sehingga hal ini menimbulkan efek psikologis bagi masyarakat bahwa mereka tidak perlu takut untuk berdekat-dekat dan berakarab-akrab dengan Babinkamtibmas. Masyarakat menaruh harapan besar kepada Babinkamtibmas sebagai mitra dan pengayom mereka.

Masyarakat sebagai produsen dan konsumen


Masyarakat sebagai produsen sampah harus mulai diberikan edukasi mengenai pentingnya pengelolaan sampah secara baik, terencana, dan berkelanjutan. Efek yang secara awam akan mudah dipahami masyarakat dari kegiatan tersebut adalah terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat. Jika hal ini mampu dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat yang dimotori oleh semua Babinkamtibmas, maka pengaruhnya akan dapat dirasakan oleh seluruh makhluk hidup di muka bumi ini dengan membaiknya kondisi alam dan pengurangan efek pemanasan global.


Tentu saja Babinkamtibmas tidak bekerja sendiri, edukasi mengenai pengelolaan sampah dapat dimulai dari kegiatan sosial bersama yang dilakukan oleh Polri dan masyarakat atau dengan menggerakkan Forum Kemitraan Polisi – Masyarakat (FKPM) yang telah terbentuk. Kegiatan sosial bersama ini dapat berupa kerja bakti membersihkan lingkungan pemukiman dan sampahnya dikumpulkan pada satu lokasi yang telah ditentukan. Sampah yang telah terkumpul kemudian dipilah-pilah sesuai jenisnya, organik dan anorganik. Sampah organik diolah menjadi pupuk organik atau kompos, dan sampah anorganik dapat dipilah lagi mana yang masih dipakai lagi, mana yang bisa didaur ulang, dan mana yang harus dimusnahkan. Sampah anorganik dapat juga dibuat bahan kerajinan tangan yang bernilai ekonomi cukup menggiurkan jika dibuat dengan sentuhan seni. Pembuatan pupuk organik dan pembuatan kerajinan tangan ini dapat dilatihkan kepada seluruh komponen masyarakat baik remaja putus sekolah, ibu rumah tangga maupun siapa saja yang ingin menambah penghasilan keluarga.


Kegiatan kebersihan lingkungan dan pengelolaan sampah secara baik akan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat, baik dari segi kesehatan maupun dari segi ekonomi karena mampu menghasilkan income yang dapat menghidupi banyak keluarga. Tidak menutup kemungkinan, kegiatan yang berawal dari “bersenang-senang bersama Polisi membersihkan lingkungan” menjadi kebanggaan menikmati keuntungan dari penjualan pupuk organik yang diproduksi oleh pabrik kompos yang dikelola oleh masyarakat. Pengolahan sampah organik pada skala kecil atau skala rumah tangga hasilnya dapat langsung dinikmati oleh pengolahnya, namun pada skala besar atau home industri, masyarakat dapat menjadi produsen pupuk organik dan sebagian masyarakat yang lain sebagai konsumen atau pembelinya untuk meningkatkan hasil pertanian.



Kampanye kelestarian lingkungan hidup


Bagaimana edukasi terhadap masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah ini dapat berjaan efektif? Kampanye kelestarian lingkungan hidup dapat diselenggarakan secara intensif kepada anggota Polri dan keluarganya agar mereka mampu mempraktekkan sendiri di dalam kehidupan keluarganya, sehingga nantinya seluruh anggota keluarga dapat menularkan kebiasaan baik tersebut kepada masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Pimpinan Polri juga dapat berperan untuk menyelipkan “green message” atau pesan lingkungan lestari pada setiap arahan atau rapat internal. Kemudian kampanye kepada pelajar dan mahasiswa, dengan maksud agar mereka mempraktekkannya di rumahnya masing-masing. Elemen pemuda ini adalah aset penting yang akan mudah diprovokasi untuk peduli terhadap efek pemanasan global yang sedang melanda. Sasaran kampanye berikutnya adalah pejabat pemerintahan dari tingkat desa, kecamatan dan kabupaten/ kota, dengan harapan di tangan mereka lah kebijakan pengelolaan kebersihan dan penataan kota. Setelah para pejabat pemerintahan, maka masyarakat secara umum kita ajak untuk bersenang-senang mengolah sampah rumah tangganya masing-masing.


Untuk melihat hasil dari kegiatan kampanye ini dilakukan evaluasi berupa pengumpulan pendapat dan pengalaman masyarakat yang telah melaksanakan pengelolaan sampah rumah tangganya, termasuk keluhan masyarakat yang gagal dalam pembuatan kompos. Dari keluhan dan kegagalan ini Babinkamtibmas memberikan masukan berupa saran dan dorongan semangat agar masyarakat tidak putus asa dalam pengelolaan sampah.


Setelah kompos yang dibuat oleh masyarakat berhasil, masyarakat diajak untuk menanam tanaman sesuai kesenangan mereka di lingkungan sekitar tempat tinggalnya (agrohome). Bisa tanaman hias, tanaman pangan, tanaman agrokultur dan lain-lain yang penting masyarakat menikmati hasil dari proyek mereka sendiri. Setelah beberapa bulan berjalan, masyarakat yang berhasil melakukan pengelolaan sampah rumah tangganya dan mengembangkan produksi kompos dari sampah di lingkungannya diundang untuk menjadi peserta pameran lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh Polri dan instansi terkait. Untuk menimbulkan kebanggaan di hati masyarakat dan menginspirasi kelompok masyarakat yang lain, kegiatan pameran ini diliput oleh media massa baik lokal maupun nasional dan dipublikasikan secara luas. Jangan lupa untuk menampilkan wawancara dengan masyarakat yang terkesan dengan upaya pelestarian lingkungan hidup yang dilakukan oleh sahabatnya, yaitu Polri melalui tangan Babinkamtibmas.



Semoga tulisan ini dapat menginspirasi rekan-rekan Babinkamtibmas untuk tetap berkarya dengan tulus dan inovatif. Think green, make a change for the better future.

Rabu, 18 Maret 2009

Senangnya Punya Blog

Alhamdulillah..... senangnya punya blog. Mudah-mudahan aku bisa explore apa yang ada di hati dan fikiranku. Lama sekali ingin membuat blog belum ada waktu yang pas dan tentang apa yang paling sesuai karena banyak sekali minatnya, banyak sekali kegiatan bla bla bla.. Horeee sekarang belajar bikin sendiri walau dengan tergagap-gagap......